Rabu, 17 Desember 2008

GUA JATIJAJAR

Sejarah dan Asal Usul



Kompleks Gua wisata baik gua alam maupun buatan yang terletak sekitar 42 km barat daya Kebumen ini mencakup kawasan seluar 5,5 hektare. Objek wisata ini telah dilengkapi dengan prasarana wisata seperti tempat parkir, peturasan, tempat bermain, kios makanan, buah-buahan dan toko cindera mata. 

Kompleks Gua Jatijajar mencakup Gua Jatijajar, Gua Dempok, dan Gua Intan. Kawasan ini berada sekitar 250 m di atas permukaan laut. Sistem pergunaan berkembang pada kehadiran fosil-fosil seperti Lepidocylina sumatrensis Brady, L. elegans Tan dan Cycloclypeus annulatus Martin selain menunjukkan umur batuan juga sekaligus menciri lingkungan asalnya, yaitu laut dangkal yang mempunyai kedalaman maksimum 60 m. 

Kira-kira 14-11 juta tahun lalu daerah ini masih merupakan paparan laut dangkal, yang kemudian terangkat hingga ketinggiannya sekarang akibat sifat bumi yang dinamis. Tidak adanya sedimen lain yang menutupi lapisan batu gamping di daerah Gombong selatan menunjukkan jika sejak 10 juta tahun lalu daerah ini sudah berada di atas permukaan laut. Dihitung dari kurun waktu kurang dari 10 juta tahun telah terjadi pengangkatan setinggi lebih dari 300 m. Pengangkatan itu menyebabkan batuan terkekarkan dan tersesarkan. Curah hujan yang tinggi mempercepat terjadinya proses karstifikasi, membentuk kars sebagaimana terlihat sekarang.


Pintu Masuk Gua Jatijajar Tampak dari dalam


Gejala endokars ini mempunyai mulut gua yang berbangun melengkung tinggi dan lebar. Pada dinding pintu masuk sebelah kanan tersingkap sisa endapan sedimen gua yang kaya fosil moluska. Beberapa spesies grastropoda dan pelecypoda terawetkan baik pada lapisan lempung pasiran berwarna coklat tua. Sedimen berfosil ini dapat dikorelasikan dengan sedimen sejenis yang tersingkap di pintu masuk Gua Intan. Sediman di dalam Gua juga tersingkap pada sebuah sisa kanopi tua, beberapa meter dari pintu masuk. Cangkang-cangkang pipih pelecypoda pada sedimen gua ini tersusun secara alami ke arah utara sejajar dengan arah lorong utama masuk gua, yaitu utara-selatan. Bagian atap dan dinding pintu masuk gua dipenuhi oleh tulisan nama-nama pengunjung. Gravity yang paling tua tertanggal tahun 1805.


Patung Dinosaurus


Pembentukan kanopy di dekat pintu masuk Gua Jatijajar menunjukkan adanya sungai bawahtanah yang pernah aktif beberapa ratus ribu tahun yang lalu. Proses pengangkatan menyebabkan sungai menjadi kering, karena air mencari permukaan air tanah setempat yang letaknya lebih rendah. Sungai bawah tanah yang masih aktif di dalam Gua Jatijajar tersingkap melalui beberapa sendang, yang letaknya berkisar antara 1-3 m di bawah lorong fosil utama.

Sendang Kantil dan Sendang Mawar adalah kolam-kolam sungai bawah tanah yang dibuka untuk umum. Dua sendang lainnya yaitu Jombor dan Puserbumi tidak dapat dimasuki wisatawan umum, kecuali mendapat ijin dari pengelola kawasan wisata. Sebagai mata air, Sendang Puserbumi merupakan sebuah sumuran tegak bergaris tengah sekitar 50 cm. Sementara Sendang Jombor yang dihuni seekor pelus sepanjang lebih dari 1 m mempunyai sifon di dasarnya. Sifon ini dapat ditelusuri dengan metode penyelaman (cave diving). Beragam bentukan pengendapan ulang larutan CaCO3 jenuh yang indah dan mempesona dijumpai di dalam lorong gua dibalik sifon. Lorong gua sepanjang ratusan meter dihiasi dengan deretan gurdam dan air terjun. Lorong gua di bawah gua Jatijajar ini disiapkan menjadi objek wisata minat khusus. Untuk memasuki sendang di dalam Gua Jatijajar dikeramatkan dan dijadikan sebagai tempat berziarah.


Sendang Mawar


Lubang-lubang di dasar gua di dekat pintu masuk merupakan bekas-bekas penambangan fosfat guano. Ornamen gua (stalaktit, stalakmit, pilar, flowstone) umumnya sudah tidak aktif, meskipun di beberapa tempat terdapat tetesan dan leleran air melalui ujung-ujung stalaktit. Sebuah lubang di atap gua setinggi 24 m dari dasar gua, tidak jauh dari pilar besar berbangun membundar yang masih aktif, mengungkap sejarah penemuan gua pada tahun 1802 oleh Djayamenawi, Petani tersebut terperosok ke dalam gua melalui lubang yang ada dipermukaan, dan setelah tanah yang menutupi lorong dibersihkan ia menemukan lubang masuk, yaitu mulut gua sekarang. 

Lorong Gua Jatijajar sepanjang 250 m, dengan lebar dan tinggi rata-rata 15-25 m, dapat dimasuki oleh wisatawan dengan mudah. Mulai tahun 1975, disepanjang lorong gua ditempatkan 32 buah patung yang menceritakan Legenda Raden Kamandaka. Di luar Gua menggambarkan kepurbaan Gua Jatijajar.



Kamandaka yang aslinya bernama Raden Banyak Contro adalah putera mahkota Kerajaan Pajajaran. Pusat pemerintahan Pasirluhur atau Galuh Timur pada abad 14 kira-kira berada di sekitar Baturaden (purwokerto), di lereng Gunung Slamet. Prabu Siliwangi raja Pajajaran pada waktu itu memiliki 2 permaisuri. Dari permaisuri pertama, Prabu Siliwangi berputra 2 orang yaitu Banyak Contro dan Banyak Ngampar. Karena permaisuri pertama meninggal, Prabu Siliwangi mengangkat permaisuri kedua, Dewi Kumudaningsih. Sebelumnya Dewi Kumudaningsih memberi syarat mau menjadi permaisuri jika anak laki-lakinya kelak dapat menjadi raja, menggantikan Prabu Siliwangi. Dari permaisuri kedua ini terturunkan Banyak Blabur dan Dewi Pamungkas. 

Prabu Siliwangi yang sudah lanjut usia berencana mengangkat putra sulungnya, Banyak Contro, untuk menggantikannya. Permintaan itu ditolak oleh Banyak Contro, dengan alasan ia belum siap dan belum mempunyai pendamping. Ia hanya mau menikah dengan wanita yang mirip dengan mendiang ibunya. Untuk itu ia mengembara menuju gunung Tangkuban Perahu, menemui Ki Ajar Wirangrong. Oleh orang tua tersebut ia disuruh mengembara ke timur, menuju Kadipaten Pasir Luhur. Supaya cita-citanya beristri wanita cantik seperti ibunya terkabul, ia harus menanggalkan pakaiannya sebagai putera raja menjadi orang biasa. Banyak Contro selanjutnya menyamar menjadi orang kebanyakan, dan berganti nama menjadi Kamandaka.


Patung Raden Kamandaka


Setelah sampai di Pasir Luhur ia bertemu dengan Reksono patih Kadipaten Pasir Luhur yang menjadikannya sebagai anak angkat. Adipati Kandandoho, penguasa Kadipaten Pasir Luhur, mempunyai beberapa putri yang semuannya sudah bersuami kecuali putri bungsunya Dewi Ciptoroso. Wajah dan penampilan putri Pasir Luhur ini mirip dengan Ibu Kamandaka. Kamandaka berhasil menarik hati Dewi Ciptoroso. Tetapi pada suaru saat ketika mereka sedang berdua di taman keputren seorang prajurit kadipaten memergokinya. Kamandaka dikeroyok para prajurit, yang mengiranya sebagai pencuri. Karena kesaktiannya ia dapat meloloskan diri. Tetapi sebelumnya ia sempat mengatakan identitasnya, yaitu Kamandaka putra Patih Reksonoto. Adipati Patih Pasir Luhur murka, memanggil Patih Reksonoto supaya menangkap Kamandaka dan menyerahkan kepadanya.

Kamandaka yang melarikan diri dengan cara menceburkan diri ke sungai dilaporkan oleh Patih Reksonoto telah mati, hanyut di bawa arus sungai deras. Setelah jauh dari Pasir Luhur, Kamandaka naik ke darat berjalan menuju sebuah desa. Di Desa Paniagih ia bertemu janda miskin Mbok Kertosoro. Kamandaka selanjutnya diangkat menjadi anaknya. Mbok Kertosoro mempunyai seekor ayam jantan bernama Mercu, yang dirawat dengan baik oleh Kamandaka. Ke mana-mana ia pergi dengan ayam-ayam lainnya. Mercu selalu menang, sehingga akhirnya Kamandaka dikenal sebagai penyabung ayam yang hebat. Berita tersebut sampai di Kadipaten Pasir Luhur. Adipati Kandandoho sangat murka mendengar Kamandaka masih hidup. Ia memerintahkan prajuritnya untuk menangkap Kamandaka. Pada saat yang bersamaan, tiba-tiba muncul silihwarni. Silihwarni yang menawarkan dirinya menjadi abdi di Pasir Luhur diterima oleh Adipati Kandandoho, asal dapat membunuh Kamandaka. 



Silihwarni sebenarnya adalah Banyak Ngampar, adik kandung Kamandaka. Ia mendapat tugas dari ayahnya Prabu Siliwangi mencari kakaknya. Untuk menjaga keselamatannya di perjalanan, Banyak Ngampar dibekali senjata kerajaan, kujang Pamungkas. Karena tidak tahu kalau Kamandaka adalah kakaknya yang dicari-cari Silihwarni berangkat bersama dengan sepasukan prajurit Pasir Luhur. 

Akhirnya Silihwarni sampai di Desa Paniagih, bertemu dengan Kamandaka dan menantangnya bersabung ayam. Saat ayam jantan masing-masing bersabung, Silihwarni menikam Kamandaka yang sedang lengah dengan pusaka Kujang Pamungkas. Kamandaka terluka parah, tetapi ia dapat meloloskan diri. Tempat di mana Kamandaka dapat meloloskan diri dari kepungan prajurit Pasir Luhur dan Silihwarni sekarang dinamakan Desa Brobosan (mbrobos = meloloskan diri). Saat Kamandaka beristirahat di suatu tempat, darahnya mengucur deras dari luka di lambungnya. Tempat iru kemudian diberi nama Desa Bancaran (Bancar = deras). Silihwarni bersama prajurit Pasir Luhur terus mengejarnya, dibantu anjing-anjing pelacak. Seekor anjing dapat di bunuh oleh Kamandaka di suatu tempat, yang selanjutnya desa itu dinamakan Karang Anjing. Kamandaka terus lari ke arah timur, dan sampai di ujung jalan yang buntuk (selanjutnya tempat itu dinamakan Desa Buntu). 

Setelah berlari cukup jauh akhirnya Kamandaka sampai di sebuah gua. Ia bersembunyi di dalamnya. Silihwarni yang kehilangan jejak, Ia berteriak-teriak menantang Kamandaka supaya ke luar dari tempat persembunyiannya. Kamandaka menjawab, bahwa sebenarnya ia adalah putra mahkota Pajajaran Banyak Contro. Mendengar jawaban itu Silihwarni terkejut dan iapun berkata kalau sebenarnya = (sejatine) Ia juga putra Prabu Siliwangi, Banyak Ngampar. Keduanya baru sadar kalau mereka adalah bersaudara.



Selanjutnya Kamandaka bertapa di gua tersebut dan mendapat petunjuk bahwa niatnya mempersunting Dewi Ciptoroso akan tercapai jika ia berpakaian lutung (kera) Dalam petunjuk itu ia diharuskan tinggal di Hutan Baturagung, baratdaya Baturaden. Di hutan itu Kamandaka yang sudah berubah menjadi kera bertemu dengan Dewi Ciptoroso, yang ketika itu mengikuti ayahnya Adipati Kandandoho berburu. Kera yang jinak jelmaan Kamandaka segera menarik perhatian Dewi Ciptoroso, yang menurut saja saat ditangkap dan dibawa ke Pasir Luhur. Sesampainya di Pasir Luhur kera tersebut tidak mau makan apa-apa, sehingga meninmbulkan kekhawatiran Adipati Kandandoho. Ia membuat sayembara, siapa yang dapat memberi makan kera tersebut maka ia berhak memeliharanya. Banyak orang mencobanya tetapi selalu gagal, kecuali Dewi Ciptoroso. Sesuai dengan sayembara maka kera itupun dipelihara oleh putri bungsu Pasir Luhur dan diberi nama Lutung Kasarung. Pada malam hari kera tersebut berubah ujud aslinya, yaitu Kamandaka. Sedang siang hari menjelma lagi menjadi kera. hal itu hanya diketahui oleh Dewi Ciptoroso.



Dikisahkan selanjutnya, Prabu Pule Bahas dari Nusa Kambangan ingin memperistri Dewi Ciptoroso, dan mengutus kerajaan untuk meminangnya. Jika keinginan tidak dikabulkan ia akan menghancurkan Kadipaten Pasir Luhur. Atas saran Lutung Kasarung, Dewi Ciptoroso menemui ayahnya dan mengatakan kalau ia bersedia menjadi istri Prabu Pule Bahas asal persyaratan yang akan diajukannya dipenuhi. Salah satu syarat itu adalah Dewi Ciptoroso diperbolehkan membawa Lutung Kasarung pada saat pengantin dipertemukan. Prabu Pule Bahas langsung menyetujui. 

Ketika upacara pengantin berlansung Lutung Kasarung selalu mengganggu, sehingga menimbulkan kejengkelan Prabu Pule Bahas. Prabu Pule Bahas memukulnya dan keduanya berkelahi. Raja Nusakambangan akhirnya tewas, digigit Lutung Kasarung. Kematian raja tersebut mengubah ujud asli Lutung Kasarung, yaitu Kamandaka. Setelah menceritakan asal-usulnya, Kamandaka akhirnya dikawinkan dengan Dewi Ciptoroso. Berita itu akhirnya sampai di Kerajaan Pajajaran. Niat Prabu Siliwangi untuk menjadikan Kamandaka sebagai raja tidak kesampaian. Karena pantang bagi seseorang yang sudah terkena pusaka kerajaan Kujang Pamungkas menjadi raja Pajajaran. Akhirnya Kamandaka atau Banyak Cokro menjadi adipati di Pasir Luhur, menggantikan ayah Dewi Ciptoroso. Sedang Banyak Blabur menggantikan Prabu siliwangi menjadi raja di Pajajaran.

Kepercayaan Masyarakat


Sendang Kantil


Mata air atau sendang yang terdapat di dalam Gua Jatijajar dipercaya mempunyai khasiat tertentu, sehingga dikeramatkan. Air Sendang Puserbumi dan Jombor konon dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tertentu. Sedang air Sendang Mawar dan Kantil jika untuk mencuci muka selain menjadi awet muda juga akan tercapai apa yang dicita-citakannya. 

Kepercayaan yang dituturkan secara turun-temurun ini mengakar kuat di hati sanubari masyarakat Kebumen dan sekitarnya, sehigga pada hari-hari tertentu menurut penanggalan Jawa tempat tersebut ramai dikunjungi peziarah, terutama pada malam hari.

Gua Dempok


Segmen lorong gua sepanjang 50 m mulai dari pintu masuk merupakan bentukan alami hasil kegiatan sungai bawah tanah di masa lalu. Setempat, atap dan dinding gua dihiasi oleh stalaktit dan flowstone. Lubang di atap gua yang tembus ke permukaan (avent) berfungsi sebagai ventilasi alam, sehingga udara di dalam gua tetap segar. Lorong ini selanjutnya berhubungan dengan gua buatan, bekas penambangan kapur. 

panjang Gua Dempok tidak lebih dari 100 m, dan menjadi unik karena merupakan gabungan antara gua alam dan gua buatan. Nama Dempok diambil dari nama pemilik lahan penambangan kapur. sisa-sisa kejayaan industri kapur tohor di masa lalu diabadikan dalam bentuk tobong pembakaran batu gamping, tidak jauh dari pintu masuk Gua Dempok.



panjang Gua Dempok tidak lebih dari 100 m, dan menjadi unik karena merupakan gabungan antara gua alam dan gua buatan. Nama Dempok diambil dari nama pemilik lahan penambangan kapur. sisa-sisa kejayaan industri kapur tohor di masa lalu diabadikan dalam bentuk tobong pembakaran batu gamping, tidak jauh dari pintu masuk Gua Dempok. 

Gua Intan

Gejala endokars ini merupakan gua alam fosil yang penuh dengan ornamen yang masih aktif. Lorong-lorong di dalam Gua Intan yang berarah utara-selatan dan barat-timur genesanya berkaitan dengan pelarutan di sepanjang struktur retakan yang ada. 

Sebuah stalaktit di dinding pintu masuk sebelah kanan dilingkupi oleh sedimen pasir lempungan berwarna merah kecoklatan. Sedimen tersebut mengandung fosil moluska, sehingga kehadirannya akan menguak sejarah pembentukan gua. Moluska adalah binatang darat yang hidup di sekitar gua. Ketika air hujan masuk ke dalam gua, binatang itu terangkut ke dalam gua bersama-sama dengan sedimen pasir dan lempung. Saat terjadi banjir seluruh lorong gua terendam air, dan sebuah stalaktit yang terletak 3 m dari dasar gua ditutupi oleh sedimen tersebut. Kumpulan fosil ini berumur Plistosen-Resen, sehingga Gua Intan setidaknya sudah ada sejak 1 juta tahun yang lalu.

Sebuah kubah besar berukuran 30 X 40 m dan tinggi maksimum 20 m dapat dicapai dengan melewati lubang sempit selebar 1 m. atap kubah dihiasi oleh stalaktit-stalaktit berukuran maksimum 1 m. Sebuah avent di atap kubah berfungsi sebagai ventilasi alam. Sekelompok stalaktit yang menyatu dengan stalakmit membantu pilar atau kolom setinggi beberapa meter yang indah. Ornamen gua di bagian ini umumnya masih aktif. 

Di sebelah kanan ruangan pertama terdapat ruangan kedua yang disusun oleh batu gamping berlapis, dengan sebuah jembatan alam yang menghubungkan dinding kanan dan kiri ruangan. Jembatan ini merupakan sisa lapisan batu gamping yang sukar larut. Sedang lapisan batu gamping lunak di dasar jembatan sebagian besar telah habis, dikikis oleh aliran sungai bawah tanah yang pernah aktif di masa lalu. Ruangan kedua yang berukuran 20 X 40 m dan tinggi 15 m ini berakhir pada sebuah lubang sempit yang ditutupi oleh sedimen gua. lekuk-lekuk kecil di atap gua dipenuhi oleh kelelawar. Tidak adanya ventilasi di ruangan kedua ini menyebabkan udara di dalam gua sedikit panas dan pengap. Fermentasi kotoran kelelawar memungkinkan terbentuknya CO2 dan bau yang menyengat.

PANTAI PETANAHAN




Pantai Petanahan merupakan Obyek wisata tahunan. Ini mengingat pengunjung yang datang ke Obwis (Obyek Wisata) tersebut, paling dalam satu tahun hanya dua kali. Lebaran Idul Fitri dan pada hari raya Idul Adha, atau hari raya Qurban. 

Hanya saja, Obwis tersebut mempunyai keunikan tersendiri dibanding Obwis lainnya di Kabupaten Kebumen. Pengunjungnya bukan hanya dari luar Kabupaten Kebumen, tetapi masyarakat di sekitar lokasi tersebut, yakni masyarakat kecamatan Petanahan tetap menyempatkan diri untuk datang ke pantai tersebut. 

Pantai yang terletak di Desa Karanggadung Kecamatan Petanahan ini, nampaknya memang mempunyai kekhasan tersendiri. Seolah ada daya pikat bagi pengunjung yang pernah datang. Sekalipun mereka hanya untuk menikmati deburan ombak laut yang seolah berkejaran tak ada henti-hentinya. 

Sekalipun panas terik matahari menyengat tubuh Wisatawan yang datang ke Pantai tersebut, misalnya di saat hari raya Idul Fitri, terutama pada hari ke tujuh dan ke delapan. Namun pengunjung tak ada hentinya sampai malam hari. Padahal, mereka ini harus datang berhimpit sampai ke Pantai Petanahan.

Pandan Cemara



Tidak seperti Pantai di Kabupaten Kebumen lainnya, pengunjung bisa menikmati deburan ombak dan menyaksikan hamparan laut selatan ini seolah tak ada batasnya. Ini salah satu yang membuat pengunjung merasa puas datang ke Obwis tersebut. 

Setelah berjalan-jalan menelusuri pantai yang begitu luas, dengan menyaksikan deburan ombak laut yang bekejar-kejaran, kita bisa menyaksikannya dengan duduk-duduk santai di pengunungan pantai tersebut yang sekelilingnya ini terdapat tumbuhan cemara dan pohon pandan yang mempunyai mitos sendiri. 

Duduk bercanda dan bercengkrama menyaksikan lalut begitu indahnya bisa melupakan semua persoalan yang kita hadapi. Selain itu, akan mengingatkan kita akan kebesaran Tuhan yang telah menciptakan bumi dan isinya, termasuk laut Petanahan yang sedang kita saksikan bersama keluaraga, atau bisa jadi dengan pacar dan di laut ini pula kita sering bertemu dengan teman yang sudah lama tak jumpa. 

Dibangun



Tak bedanya dengan seorang gadis yang mulai senang berdandan, pantai Petanahan ini juga mulai berbenah diri. Sekalipun sekarang keadaanya belum selesai, karena melalui beberapa tahapan, namun perubahan Obwis tersebut sudah kelihatan tertata apik dan menjanjikan sesuatu yang baru bagi pengunjung yang datang. 

Sekarang sudah mulai bisa kita lihat adanya gedung kantor,panggung hiburan, sekalipun belum selesai dikerjakan, namun dapatlah kita beristirahat di gardu pandang yang memang disediakan oleh Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Kebumen. Selain itu, jalan menuju pantai Petanahan ini sangat mulus. 

Perubahan lain yang bisa kita saksikan pada Garis Pantai Petanahan ini adalah adanya pembangunan Pendopo di dekat pesanggrahan Pandan Kuning yang memang mempunyai mitos tersendiri bagi mereka yang gemar melakukan semedi.

Selain itu, pengunjung Pantai Petanahan ini sekarang sudah ada perubahan yang begitu pesat. Jadi, ramainya bukan hanya saat lebaran atau hari besar lainnya. Penduduk sekitar Kecamatan Petanahan, Puring, Klirong, Adimulyo, bahkan ada yang datang dari Gombong dan Kebumen tiap hari Minggu pagi pantai tersebut dimanfaatkan untuk sarana olahraga. 

Ada yang datang dengan jalan kaki berkilo-kilo, ada yang menggunakan sepeda, juga tak sedikit yang menggunakan sepeda motor. Begitu sampai di pantai, mereka langsung jalan-jalan atau lari ke sana-kemari. Setelah itu, mereka bisa beristirahat dengan menikmati minuman Nira dan makan nasi kuning yang dibungkus kecil-kecil, atau menikmati makanan lainnya yang juga cukup murah.

Cinta Sejati



Kebanyakan pengunjung di Obwis Pantai Petanahan ini memang kalangan remaja. Lebih khusus, mereka kebanyakan datang berdua dengan sang kekasih. Secara mitos, ini tentu bisa kita terima. Sebab, di Pantai tersebut ada kisah cinta yang memang cukup menarik untuk disimak. 

Menurut para sesepuh, tokoh masyarakat dan buku legenda yang ditulis oleh Dinas Pariwisata setempat, pada sekitar tahun 1601, yakni pada masa pemerintahan Mataran yang Rajanya Sutawijaya, terlahirlah seorang gadis cantik dan jelita yang bernama Dewi Sulastri. 

Hidungnya yang mancung dengan mukannya lonjong bagai telor, kulitnya yang juga kuning dan rambut panjang terurai, menambah kece Sulastri. Kelebihan lainnya, gadis keturunan bangsawan ini ternyata tak mempunyai watak sombong, di mana cewek kece ini selalu bersikap ramah pada siapapun. 

Namun begitu, darah bangsawan yang bernama Lastri, panggilan akrab Sulastri ternyata merasa terkekang dengan adat yang terjadi di lingkungannya. Sebab, Lastri ini adalah anak dari seorang Bupati Pucang Kembar. Ayahnya tak lain adalah Bupati Citro Kusumo yang memang cukup disegani oleh warganya. 

Ternyata, Sulastri ini oleh ayahnya telah dicalonkan dengan Joko Puring. Seorang Adipati di Bulupitu. Sayang, dara jelita ini tak mau dijodohkan dengan lelaki bernama Joko Puring. Katanya sekalipun Adipati yang bernama Joko Puring ini juga cukup keren, namun Lastri tak merasa adanya getaran cinta.

Makanya, begitu ada seorang bernama Raden Sujono, sekalipun hanya seorang anak Demang dari Wonokusumo, yang datang untuk mengabdi menjadi seorang pembantu, Lastri dengan berbagai argumentasi pada ayahnya agar orang tersebut diterima sebagai abdi dalem di Pucang Kembar. 



Rupanya Bupati Citrokusumo tak kuasa menolak keinginan anaknya dan diterimalah Raden Sujono sebagai Abdi di Pucang Kembar. Padalah, Joko Puring sebelumnya juga telah mengajukan argumentasi pada Camernya (Calon mertuanya), agar menolak keinginan Raden Sujono sebagai Abdi di Pucang Kembar. 

Terjadilah cinta segitiga antara Joko Puring dan Raden Sujono yang sama-sama mencintai Dewi Sulastri yang cukup kece itu. Bedanya, cinta Raden Sujono bahkan sangat diharapkan oleh putri citra Pucang Kembar, sedang Joko Puring cintanya tak kesampaian. 

Cinta segitiga ini akhirnya berkembang menjadi huru-hara bagi Kabupaten Pucang Kembar. Namun dengan modal tampan dan kesungguhannya, Raden Sujono berhasil mempersunting Ratu Ayu Kabupaten Pucang Kembar menggantikan Citro Kusumo menjadi bupati di Kabupaten tersebut.

Prahara cinta ini tak berhenti sampai di sini, sekalipun sudah dipertaruhkan dengan adanya Sayembara dan dimenangkan oleh Raden Sujono. Buntutnya ketka suami Sulastri sedang menjalankan tugas negara memberantas berandal, atau preman-preman, secara ekbetulan Joko Puring bisa membawa lari Sulastri sampai ke Pantai Karanggadung yang sekarang dikenal sebagai Pantai Petanahan. 

Tetapi hal tersebut diketahui oleh Raden Sujono dan akhirnya terjadi lagi pertarungan yang maha dahsyat dua satria yang memang punya kesaktian. Namun begitu, Sulastri akhirnya bisa direbut kembali oleh suaminya. Dalam versi lain disebutkan, bahwa ketika Sulastri diikat pada pohon Pandan ternyata ada suatu keajaiban. 

Pandan tersebut beruabah menjadi Pandan Kuning dan nama tersebut digunakan untuk memberi nama tempat istirahatnya Sulastri dan suaminya, setelah Joko Puring berhasil dihalau pergi entah kemana. Sedang Sulastri yang telah dibawa pergi oleh Joko Puring tetap tak mau menerima cinta Joko Puring seklipun diancam akan dibunuh. 

Inilah kesetiaan dari Dewi Sulastri terhadap suaminya yang sejak awal memang didambakan. Prinsipnya, sekalipun ditinggal tugas oleh suaminya sekian lama, toh tak mengurangi kadar cintanya, bahkan sudah tak ada tempat lagi bagi lelaki lain. 

Begitu perjuangan mempertahankan istrinya dari Joko Puring berhasil, kedua pengantin baru ini mempertahankan istrinya dari Joko Puring berhasil, kedua pengantin baru ini beristirahat di bawah semak-semak pandan yang ada di Pantai Petanahan yang indah tersebut. Apalagi keduanya sudah lama berpisah, tentu merupakan saat terindah bagi Sulastri dan Raden Sujono.

Ny. Loro Kidul



Begitu keduanya cukup beristirahat dan memadu kasih, segeralah keduanya meninggalkan pandan yang rimbun tersebut yang telah mengukir cinta keduanya. namun sebelumnya, Raden Sujono konon ditemui oleh Ny Loro Kidul. Maksudnya tempat yang telah digunakan oleh keduanya beristirahat ini diminta menjadi tempat peristirahatan, atau pesanggrahan Ny. Loro Kidul. 

Sejak itu pula, sepeninggalan Dewi Sulastri si mantan Putri Citra Pucang Kembar, dengan leluasa tempat tersebut digunakan oleh Ny. Loro Kidul. Sejak itu pula, tempat tersebut dimanfaatkan orang untuk semedi dan mengheningkan cipta. 

Menurut beberapa sumber, banyak sudah orang yang percaya melakukan tapa di tempat tersebut yang berhasil, bahkan ada yang sampai membangun tempat tersebut. Selain itu, orang-orang yang merasa berhasil semedi di tempat ini setiap malam Jum'at Kliwon Bulan Syura diadakan upacara larungan. Ini dimulai sejak siang hari sampai menjelang ayam berkokok. 

Inilah barangkali yang membuat Pantai Petanahan mempunyai daya pikat sendiri bagi pengunjungnya, sekalipun di tempat tersebut tak diadakan sesuatu hiburan. apalag sekarang Pantai Petanahan ini sudah mulai tertata rapi, tentu merupakan tempat rekreasi yang sangat didambakan oleh wisatawan. 

Dengan berjalan menyaksikan pegunungan pasir, daun cemara yang terlihat menguning dan tanaman pandan sepanjang jalan mengantar kita untuk menyaksikan deburan ombak Pantai Petanahan yang seolah menyambut kedatangan Wisatawan. Tidak salah, kalau ada yang mengatakan, pantai tersebut memang cukup indah.

PANTAI LOGENDING




Pantai Logending, 8 km selatan Gua Jatijajar, atau 53 km dari kota Kabupaten Kebumen, tepatnya di Desa/Kecamatan Ayah, merupakan obyek wisata pantai yang memiliki keindahan alam sangat menawan. Dari kondisinya, yang berada di antara laut selatan dengan kawasan hutan jati milik Perum Perhutani KPH kedu selatan ini, merupakan kombinasi atau perpaduan antara pantai dan hutan, seperti itu jarang kita jumpai. Untuk di jawa Tengah mungkin hanya ada di kota yang berslogan "BERIMAN" ini.



Pantai wisatanya cukup luas, apalagi saat ini sudah bebas pandangan, dengan dilarangnya mendirikan warung-warung di sentral pandangan. Sehingga para wisatawan bisa lebih asyik menikmati pemandangan yang ada tanpa terganggu pandangan yang kurang sedap. Selain pantainya yang cukup lapang, para wisatawan juga bisa menikmati indahnya muara sungai Bodo, dengan perahu-perahu pesiar yang disediakan para nelayan setempat. Dengan perahu-perahu tradisional, maupun perahu tempel, kita bisa menelusuri muara sungan Bodo yang merupakan pemisah antara wilayah Kabupaten Kebumen dengan Kabupaten Cilacap. Selain air sungai Bodo yang tenang, rimbunnya pohon-pohon playau di tepian sungai, serta lebatnya hutan jati milik perhutani, menambah indahnya pemandangan.

Wisata Alam dan Bumi Perkemahan



Kondisi pantai Logending sangat menawan, meskipun sampai saat ini bisa dikatakan belum dikelola secara intensif, serta belum adanya pihak luar yang ikut campur tangan menanganinya, namun sudah mengundang banyak wisatawan termasuk wisatawan mancanegara. Para wisatawan tidak bakal dibuat kecewa, dengan kondisi obyek wisata Logending yang sudah dikenal sejak lama. Apalagi bagi para remaja yang suka dengan petualang dan kemping. Di lokasi dan sekitar obyek wisata ini memang sangat tepat dijadikan medan penelusuran wisata alam dan spyolologi bahkan banyak pula para remaja yang tergabung dalam kelompok pecinta alam, seperti pramuka saka wanabhakti yang melakukan kegiatan jumping (panjat tebing) dan melakukan kegiatan giri wana relly di lokasi hutan setempat.



Biasanya, bagi pencinta alam maupun wisatawan yang baru melakukan kegiatan giri wana rely, ataupun kegiatan penelitian seputar kawasan obyek wisata dan hutan setempat, selanjutnya mereka tetap berada di pantai Logending dengan mendirikan tenda-tenda perekemahan pada malam harinya. Karena di lokasi obyek wisata Logending ini, oleh Perum Perhutani disediakan lokasi untuk perkemahan. Dari sisi lain yang menarik obyek wisata dan bumi perkemahan Pantai Logending ini, dan saat ini belum diketahui secara luas adalah, terdapat tanaman yang tergolong langka. Tanaman langka yang jarang ditemui di Jawa maupun di luar Jawa, saat ini tumbuh sangat subur dan sudah besar-besar. Tepatnya berada di lokasi wana wisata setempat, yaitu pohon Mahoni Afrika. Dari sangat langkanya di daerah lain, Logending ini sering dijadikan obyek penelitian oleh berbagai pakar dan mahasiswa yang berkait erat dengan tumbuh-tumbuhan, khususnya di lingkungan Perum Perhutani. Saat ini, di tempat itu pula dijadikan lokasi pembitian Mahoni Afrika yang selanjutnya akan dikembangkan di berbagai wilayah Jawa ini.

Sarana dan Fasilitas



Obyek wisata pantai Logending, lokasinya sangat strategis, karena berada pada jalur lalulintas umum yang menghubungkan masyarakat di atas pegunungan, seperti, Argopeni, Karangduwur dan sebagainya dengan masyarakat di bawah pegunungan. Sarana jalan, dari Gombong hingga wilayah pegunungan yang melewati obyek wisata Logending, sangatlah mudah. Jalan beraspal hotmik, dengan bahu badan lebar, sangat memungkinkan untuk dilalui bus-bus besar. Di lokasi obyek wisata, tersedia perparkiran yang cukup luas, bisa menampung lebih dari 50 bus. Tersedianya fasilitas MSK yang lengkap dengan tempat beribadah dan penginapan (Wisma). Juga fasilitas permainan anak-anak, perahu-perahu nelayan yang difungsikan sebagai perahu pesiar, dan hampir setahun sekali obyek wisata ini diadakan lomba perahu tradisional.

Ketenangan



Bagi pengunjung obyek wisata Pantai Logending Ayah, pihak pengelola selalu siap siaga membantu memberikan perlindungan. Selain setiap pengunjung diasuransikan melalui Jasa Raharja yang pembayaran preminya diserahkan dalam karcis masuk, para petugas sebelumnya selalu memberikan penyuluhan kepada pengunjung, berkait dengan kondisi obyek wisata yang ada, tanpa mengurangi kebebasan mereka menikmati keindahan obyek wisata. Keamanan dan ketenangan pengunjung lebih terjamin, karena ditunjang dengan keramah-tamahan penduduk sekitar obyek yang banyak melakukan aktifitasnya di kawasan obyek itu sendiri.

Kenang-kenangan

Sebagai obyek wisata yang berada di sekitar hutan dan pantai yang di huni oleh penduduk, dengan sebagian besar sebagai nelayan dan pengrajin gula kelapa, dari kondisi alamnya itu sendiri, keindahannya tidak bakal bisa dilupakan sepanjang zaman. Bagi pengunjung yang menginginkan souvenir, baik itu makanan khas berupa grobi, gula kelapa, maupun ikan hasil tangkapan para nelayan, juga tersedia aneka souvenir berupa kerajinan anyaman-anyaman pandan, kerajinan kece dan sebagainya. Untuk mendapatkan souvenir cukup mudah, karena toko-toko souvenir letaknya berada di lokasi parkir, berjajar dengan rumah sederhana yang murah, meriah, namum penuh gizi, karena banyak menyediakan ikan segar.

Riwayat Singkat

Sejak zaman pendudukan Belanda dan berkepentingan Jepang di Indonesia, Pantai Logending sudah merupakan tempat pesiar (plesiran). Seperti di tuturkan Sastro (60), juru kunci makan Selo Kabut yang diyakini oleh penduduk setempat sebagai makan Ki Ajar Tonggo. Ki Ajar Tonggo adalah seorang pintar yang mukim di Pantai Ayah, saat Ayah dikuasai dan diperintah oleh Adipati Suronegoro dan Kartonegoro I. Dan pada saat Jepang menduduki Indonesia, wilayah Ayah, rupanya merupakan salah satu tempat strategis yang dijadikan tempat pengintaian dan pos penjagaan, hal itu bisa dibuktikan dengan masih adanya peninggalan bangunan semacam benteng, baik di tepi pantai, maupun di atas pengunungan Gajah. Menurut penduduk setempat, bangunan-bangunan tadi merupakan tempat pengintaian untuk mengetahui tentara-tentara musuh dari arah barat, yaitu dari arah Cilacap dan Nusakambangan dengan mempergunakan perahu. Begitu pula, saat terjadi pergolakan revolusi di tahun 48 - 50, kawasan hutan setempat dijadikan tempat pelarian dan persembunyian tentara-tentara pejuang. namun sampai saat ini belum ada data yang menunjukkan, bahwa di kawasan itu dijadikan markas.

GUA PETRUK



Batu Bapak Jenggot

Gua Petruk merupakan salah Obyek wisata di Kabupaten Kebumen. Obwis (obyek dan Pantai Logending, dimana lokasinya berada di dukuh Mandayana Desa Candirenggo Kecamatan Ayah, kabupaten Kebumen, atau sekitar 4,5 km dari Jatijajar menuju ke arah selatan. 

Mendengar nama Petruk, orang tentu akan teringat nama Ponokawan anak Ki Semar yang berbadan tinggi, namun hidungnya sangat mancung. Konon, dalam cerita pewayangan, Petruk ini anak dari lelembut Banaspati yang kemudian diambil anak oleh Ki Semar dan Petruk ini dikenal mempunyai banyak akal. 

Sayangnya orang telah banyak mendengar Goa Petruk, tetapi masih enggan untuk mengunjungi obwis tersebut. Cukup beralasan barang kali, memang karena untuk masuk Goa Petruk ini diperlukan persiapan yang cukup. Lagi pula, percuma kalau datang ke Goa Petruk ini hanya mengintip dari mulut Goa Petruk ini hanya mengintip dari mulut Goa yang menganga cukup lebar.

Perlu diketahui, bahwa di dalam Goa yang mungkin terlihat cukup menakutkan, karena tak ada pijaran atau nyala lampu seperti di Goa Jatijajar, atau Goa lain yang ada di Indonesia. Namun Goa Petruk ini menurut catatan Doktor Koo, seorang pakar Goa dari luar negeri mengatakan, bahwa Goa Petruk ini merupakan Goa terindah di seantero Nusantara. 

Untuk itu, pakar Goa ini meminta pada Pemda Kebumen, agar Gua tersebut tetap dijaga kealamiannnya. Bahkan, untuk diterangi dengan listrik, juga tak diperkenankan. Namun pengunjung jangan khawatir, di sini tersedia Guide atau pemandu yang selalu siap mengantar disertai dengan peralatan lampu yang memadai.

Tiga Goa Goa Petruk ini sebetulnya terbagimenjadi tiga bagian. Bagian pertama atau di lantai I hanya terdapat kelelawar dengan bau kurang sedap dan beterbangan ke sana kemari. Sedang untuk Goa kedua dalam lokasi tersebut diberi nama Goa Semar. 

Dalam Goa inilah kita akan disuguhi dengan pemandangan dari bebatuan yang cukup indah dan mempesona. Bahkan ada yang mengatakan, masuk Gua Petruk laksana melihat alam yang tiada taranya karena terdapat batu stalaktit dan stalagmit yang mempesona dan menyerupai berbagai bentuk. 

Sedang gua yang terakhir, disebut Goa Petruk, karena dalam Goa tersebutlah sebetulnya terdapat batu yang mempunyai ujud seperti hidungnya Petruk. Sayang, karena ulah Belanda yang waktu itu melakukan penambangan phosfat, hidung Petruk yang merupakan Logo dari Goa tersebut putus dan kini sudah tak kelihatan lagi. 

Tapi bukan itu sebetulnya yang ditawarkan oleh goa tersebut, di mana keindahan goa tersebut bukan dari hidung Petruk yang sangat mancung, tetapi panoramanya yang memang cukup indah. Untuk itu tidak ada salahnya kalau wisatawan bahkan memerlukan waktu berjam-jam berada di Goa Petruk ini. 


Batu Payudara


Batu Payudara


Begitu memasuki mulut goa, dan kita masuk di gua Semar yang dikenal banyak senyum ini, memang gua ini menjanjikan kita untuk kagum dan mengagumi gua tersebut. Tak salah, kalau Diparta Kebumen memberinya nama Gua Semar. Sebab, di gua tersebut orang akan tersenyum kagum melihat stalagtit dan stalagmit yang aneh-aneh. 

Batuan yang paling ujung di sini adalah batu yang diberinya nama Batu Payudara, atau orang menyebutnya sebagai batu susu. Tentu nama ini bukan sekedar mencari popularitasnya saja, yakni mengambil nama sedikit porno. Kenyataannya batuan stalagtit ini memang berbentuk seperti putik-putik seorang ibu yang sedang menyusui. 

Stalagtit ini bukan satu dua, tetapi jumlahnya puluhan, sehingga orang sampai di ujung Gas Semar (gua kedua) di Gua Petruk ini diingatkan pada masa kanak-kanak, di mana kita semua tentu pernah menyusu pada Ibu dan ASI inilah yang membuat kita tumbuh menjadi remaja dan seterusnya. 

Batu Dasi
Kalau kita pernah baca ada petani berdasi, atau ada preman berdasi dan nelayan berdasi, Gua Petruk sebetulnya paling utama mempunyai istilah tersebut, sebab, dalam gua tersebut ada pula batuan yang mirip sekali sebuah dasi, tak aneh bila ada menyebutnya sebagai Batu Berdasi. 

Selain berbentuk mirip dasi, nampak seperti goresan lukisan seorang pelukis yang cukup ternama tentunya. Bahkan, mirip ada warna di sana-sini yang membuat keindahan stalagmit batu berdasi ini, nampak sebuah lukisan yang cukup berbobot, sepertinya bekas sebuah sapuan kuas yang begitu rapinya. 

Begitu juga dengan Gajah yang kalau di Lampung cukup merepotkan, karena sering merusak tanaman. Untuk itu, Pemda setempat sampai mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk mendirikan sebuah Sekolah Gajah. Tetapi di Gua Petruk ini, terdapat Stalagmit yang menyerupai bentuk Gajah. 

Tentu saja, Gajah di sini tidak liar sepertinya di Lampung, sebelum hewan berbelalai panjang ini disekolahkan. Gajah di sini bahkan terlihat nampak indah dan mempesona. Sepertinya, kita memasuki sebuah Kebun Binatang yang khusus hanya untuk hewan Gajah. 

Tak Apalah, kalau kita tak bisa melihat lagi hidung Petruk di Obwis tersebut. Sebab, kita masih bisa menyaksikan batuan stalagmit yang mirip Ki Lurah Semar dalam cerita pewayangan. Semar yang sebetulnya merupakan perwujudan dari Dewa yang mengejo wantah ini terlihat begitu menawan. 

Sendang dan Air Terjun



Semakin kita masuk ke dalam Goa Petruk ini, kita semakin penasaran dengan batuan yang begitu indah. Sebab, di sini terdapat pula batuan yang mirip tempat tidur, atau pelaminan seorang pengantin baru. Ada lagi batu yang menyerupai sebuah lumbung padi, sehingga batuan tersebut di beri nama batu lumbung. 

Jangan takut, kalau dalam Gua Petruk ini kita melihat sebuah batu yang mirip sekali dengan sebuah Mayit yang tergeletak. Bukan hanya bentuknya, tetapi warna dari batu tersebut memang tampak putih, bak sebuah kain mori yang membungkus sebuah Mayit yang siap untuk dimakamkan. Tetapi begitu indah bebatuannya. 

Bukan Gua Petruk, kalau tidak menyimpan sejumlah bebatuan yang beraneka ragam bentuk yang begitu menawan, indah dan membuat orang yang melihatnya berdecak-decak kekaguman. Bahkan, membuat orang enggan keluar dari gua tersebut. Bukan tanpa alasan, kaerna dalam gua ini juga dapat terlihat adanya sejumlah sendang dan air terjun yang bahkan airnya mirip busa sabun. 

Sambil menikmati bebatuan yang banyak aneka ragam dan bentuknya, telinga kita akan mendengarkan bunyi tik ...tik. .. tiiiikkkk, dari air yang jatuh dari langit gua, atau dari bebatuan yang indah, sehingga menambah kenyamanan kita untuk menyaksikan keajaiban Tuhan Pencipta Alam Semesta. 

Untuk mengunjungi gua Petruk ini, sebaiknya kita telah mempersiapkan peralatan berupa sepatu dari plastik atau kare, sehingga tidak bisa tembus air. Tetapi, jangan gunakan sepatu yang berhak tinggi yang nantinya bahkan cukup merepotkan. 

Peralatan lain yang perlu dipersiapkan adalah senter yang cukup terang dan topi untuk menghindari benturan. Bila perlu, kita bawa Kamera dengan lampu blitz yang baik. Dengan demikian kita bisa menyaksikan keindahan Stalagmit dan Stalaktit Gua Petruk sekaligus diabadikan. Sesampai di rumah, kalai diperlukan, photo-photo Gua Petruk ini bisa dipajang untuk hiasan dinding yang cukup indah.